Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (al-Baqarah:
155)
Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka
dengan tiada hitungannya -karena amat banyaknya." (az-Zumar: 10)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Orang yang bersabar dan suka memaafkan, sesungguhnya hal yang demikian
itu sesungguhnya termasuk pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang
teguh." (as-Syura: 43)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 153)
Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami hendak menguji kepadamu semua, sehingga Kami dapat
mengetahui siapa diantara engkau semua itu yang benar-benar berjihad dan siapa
pula orang-orang yang bersabar." (Muhammad: 31)
Ayat-ayat yang mengandung perintah
untuk bersabar dan yang menerangkan keutamaan sabar itu amat banyak sekali dan
dapat dimaklumi.
25. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim
al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersuci adalah
separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi timbangan, Subhanallah dan
Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada diantara
langit-langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah sebagai tanda
-keimanan bagi yang memberikannya- sabar adalah merupakan cahaya pula, al-Quran
adalah merupakan hujjah untuk kebahagiaanmu -jikalau mengikuti
perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya- dan dapat pula sebagai
hujjah atas kemalanganmu -jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka
melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu berpagi-pagi, maka ada yang
menjual dirinya -kepada Allah- berarti ia memerdekakan dirinya sendiri -dari
siksa Allah Ta'ala itu- dan ada yang merusakkan dirinya sendiri pula -karena
tidak menginginkan keridhaan Allah Ta'ala." (Riwayat Muslim)
Keterangan:
Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam hadits ini ialah:
a.
Bersuci yakni menyucikan diri dari hadas dan kotoran.
b.
Memenuhi neraca karena sangat besar pahalanya, hingga neraca akhirat penuh
dengan ucapan itu saja.
c.
Artinya andaikata pahalanya itu dibentuk menjadi jisim yang tampak, pasti dapat
memenuhi langit dan bumi.
d.
Shalat adalah cahaya yakni cahaya yang menerangi kita ke jalan yang diridhai
Allah. Sebab orang yang tidak suka bershalat pasti hati nuraninya tertutup
daripada kebenaran yang sesungguh-sungguhnya.
e.
Sedekah yang sunnah atau wajib (zakat) itu merupakan kenyataan yang menunjukkan
bahwa orang itu benar-benar telah melakukan perintah Allah.
f.
Al-Quran itu hujjah (keterangan) bagimu yakni membela dirimu kalau engkau suka
melakukan isinya. Atau juga keterangan atasmu yakni mencelakakan dirimu yaitu
kalau engkau menyalahi apa-apa yang menjadi perintah Allah.
g.
Kita di dunia ini ibarat orang yang sedang dalam berpergian ke lain tempat yang
hanya terbatas sekali waktunya. Di tempat itu kita menjual diri yakni
memperjuangkan nasib untuk hari depan seterusnya yang kekal yaitu di akhirat.
Tetapi di dalam memperjuangkan itu, ada diantara kita yang memerdekakan diri
sendiri yakni melakukan semua amal baik dan perintah-perintah Allah, sehingga
diri kita merdeka nanti di syurga. Tetapi ada pula yang merusak dirinya sendiri
karena melakukan larangan-larangan Allah hingga rusaklah akhirnya nanti di
dalam neraka, amat pedih siksa yang ditemuinya.
26. Dari Abu Said yaitu Sa'ad bin
Malik bin Sinan al-Khudri radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada beberapa orang
dari kaum Anshar meminta -sedekah- kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau
memberikan sesuatu pada mereka itu, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun
memberinya pula sehingga habislah harta yang ada di sisinya, kemudian setelah
habis membelanjakan segala sesuatu dengan tangannya itu beliau bersabda:
"Apa saja kebaikan -yakni harta- yang ada di sisiku, maka tidak
sekali-kali akan kusimpan sehingga tidak kuberikan padamu semua, tetapi karena
sudah habis, maka tidak ada yang dapat diberikan. Barangsiapa yang menjaga diri
-dari meminta-minta pada orang lain-, maka akan diberi rezeki kepuasan oleh
Allah dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh
Allah -kaya hati dan jiwa- dan barangsiapa yang berlaku sabar maka akan dikarunia
kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikaruniai suatu pemberian yang
lebih baik serta lebih luas -kegunaannya- daripada karunia kesabaran itu."
(Muttafaq 'alaih)
27. Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib
bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Amat mengherankan
sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah
merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi
seorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia
mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan
baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran -yakni yang merupakan
bencana- iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya."
(Riwayat Muslim)
28. Dari Anas r.a. katanya:
"Ketika Nabi s.a.w. sudah berat sakitnya, maka beliaupun diliputi oleh
kedukaan -karena menghadapi sakaratul maut-, kemudian Fathimah radhiallahu
'anha berkata: ''Aduhai kesukaran yang dihadapi ayahanda." Beliau s.a.w.
lalu bersabda: "Ayahmu tidak akan memperoleh kesukaran lagi sesudah hari
ini." Selanjutnya setelah beliau s.a.w. wafat, Fathimah berkata:
"Aduhai ayahanda, beliau telah memenuhi panggilan Tuhannya. Aduhai
ayahanda, syurga Firdaus adalah tempat kediamannya. Aduhai ayahanda, kepada
Jibril kita sampaikan berita wafatnya." Kemudian setelah beliau
dikebumikan, Fathimah radhiallahuanha berkata pula: "Hai Anas, mengapa
hatimu semua merasa tenang dengan menyebarkan tanah di atas makam Rasulullah
s.a.w itu?" Maksudnya: Melihat betapa besar kecintaan para sahabat kepada
beliau s.a.w. itu tentunya akan merasa tidak sampai hati mereka untuk menutupi
makam Rasulullah s.a.w. dengan tanah. Mendengar ucapan Fathimah radhiallahu
'anha ini, Anas r.a. diam belaka dan tentunya dalam hati ia berkata: "Hati
memang tidak sampai berbuat demikian, tetapi sudah demikian itulah yang
diperintahkan oleh beliau s.a.w. sendiri." (Riwayat Bukhari)
29. Dari Abu Zaid, yaitu Usamah bin
Zaid bin Haritsah, -hamba- sahaya Rasulullah s.a.w. serta kekasihnya serta putera
kekasihnya pula radhiallahu 'anhuma, katanya: "Puteri Nabi s.a.w.
mengirimkan berita kepada Nabi s.a.w. -bahwa anakku sudah hampir meninggal
dunia, maka dari itu diminta supaya menyaksikan keadaan kita." (Kita: yakni yang akan meninggal serta
yang sedang menungguinya) Beliau lalu mengirimkan kabar sambil menyampaikan
salam, katanya: "Sesungguhnya bagi Allah adalah apa yang Dia ambil dan
bagiNya pula apa yang Dia berikan dan segala sesuatu di sampingnya itu adalah
dengan ajal yang telah ditentukan, maka hendaklah bersabar dan berniat mencari
keridhaan Allah." Puteri Nabi s.a.w. mengirimkan berita lagi serta
bersumpah nadanya supaya beliau suka mendatanginya dengan sungguh-sungguh.
Beliau s.a.w. lalu berdiri dan disertai oleh Sa'ad bin Ubadah, Mu'az bin Jabal,
Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit dan beberapa orang lelaki lain radhiallahu
'anhum. Anak kecil itu lalu disampaikan kepada Rasulullah s.a.w., kemudian
diletakkannya di atas pangkuannya sedang nafas anak itu terengah-engah.
Kemudian melelehlah airmata dari kedua mata beliau s.a.w. itu. Sa'ad berkata:
"Hai Rasulullah, apakah itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Airmata
ini adalah sebagai kesan dari kerahmatan Allah Ta'ala dalam hati para
hambaNya." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dalam hati siapa saja yang
disukai olehNya daripada hambaNya. Hanya saja Allah itu merahmati dari golongan
hamba-hambaNya yakni orang-orang yang menaruh belas kasihan -pada
sesamanya." (Muttafaq 'alaih).
Keterangan:
Makna Taqa'qa'u ialah bergerak dan
bergoncang keras (berdebar-debar).
30. Dari Shuhaib r.a. bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dahulu ada seorang raja dari golongan umat
yang sebelum engkau semua, ia mempunyai seorang ahli sihir. Setelah penyihir
itu tua, ia berkata kepada raja: "Sesungguhnya saya ini telah tua, maka
itu kirimkanlah padaku seorang anak yang akan saya beri pelajaran ilmu
sihir." Kemudian raja itu mengirimkan padanya seorang anak untuk
diajarinya. Anak ini di tengah perjalanannya bertemu seorang rahib -pendeta
Nasrani yang- berjalan di situ, iapun duduklah padanya dan mendengarkan
ucapan-ucapannya. Apabila ia telah datang di tempat penyihir -yakni dari
pelajarannya, iapun melalui tempat rahib tadi dan terus duduk di situ- untuk
mendengarkan ajaran-ajaran Tuhan yang disampaikan olehnya. Selanjutnya apabila
datang di tempat penyihir, iapun dipukul olehnya -karena kelambatan datangnya.
Hal yang sedemikian itu diadukan oleh anak itu kepada rahib, lalu rahib
berkata: "Jikalau engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa engkau
ditahan oleh keluargamu dan jikalau engkau takut pada keluargamu, maka
katakanlah bahwa engkau ditahan oleh penyihir." Pada suatu ketika di waktu
ia dalam keadaan yang sedemikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di
situ ada seekor binatang yang besar dan menghalang-halangi orang banyak -untuk
berlalu di jalanan itu. Anak itu lalu berkata: "Pada hari ini saya akan
mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah pendeta itu yang lebih
baik?" Iapun lalu mengambil sebuah batu kemudian berkata: "Ya Allah,
apabila perkara pendeta itu lebih dicintai di sisiMu daripada perkara penyihir,
maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang banyak dapat berlalu."
Selanjutnya binatang itu dilemparnya dengan batu tadi, kemudian dibunuhnya dan
orang-orang pun berlalulah. Ia lalu mendatangi rahib dan memberitahukan hal
tersebut. Rahib itupun berkata: "Hai anakku, engkau sekarang adalah lebih
mulia daripadaku sendiri. Keadaanmu sudah sampai di suatu tingkat yang saya
sendiri dapat memakluminya. Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka
jikalau engkau terkena cobaan itu, janganlah menunjuk kepadaku." Anak itu
lalu dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit lepra serta dapat mengobati
orang banyak dari segala macam penyakit. Hal itu didengar oleh kawan seduduk
-yakni sahabat karib- raja yang telah menjadi buta. Ia datang pada anak itu
dengan membawa beberapa hadiah yang banyak jumlahnya, kemudian berkata:
"Apa saja yang ada di sisimu ini adalah menjadi milikmu, apabila engkau
dapat menyembuhkan aku." Anak itu berkata: "Sesungguhnya saya tidak
dapat menyembuhkan siapapun, sesungguhnya Allah Ta'ala yang dapat
menyembuhkannya. Maka jikalau Tuan suka beriman kepada Allah Ta'ala, saya akan
berdoa kepada Allah, semoga Dia suka menyembuhkan Tuan. Kawan raja itu lalu
beriman kepada Allah Ta'ala, kemudian Allah menyembuhkannya. Ia lalu mendatangi
raja terus duduk di dekatnya sebagaimana duduknya yang sudah-sudah. Raja
kemudian bertanya: "Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?"
Maksudnya: Siapakah yang menyembuhkan butamu itu? Kawannya itu menjawab:
"Tuhanku." Raja bertanya: "Adakah engkau mempunyai Tuhan lain
lagi selain dari diriku?" Ia menjawab: "Tuhanku dan Tuhanmu adalah
Allah." Kawannya itu lalu ditindak -dihukum- oleh raja tadi dan
terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga kawannya itu menunjuk kepada
anak yang menyebabkan kesembuhannya. Anak itupun didatangkan. Raja berkata
padanya: "Hai anakku, kiranya sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat
menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit lepra dan engkau dapat melakukan ini
dan dapat pula melakukan itu." Anak itu berkata: "Sesungguhnya saya
tidak dapat menyembuhkan seorangpun, sesungguhnya Allah Ta'ala jualah yang
menyembuhkannya." Anak itupun ditindaknya, dan terus-menerus diberikan
siksaan padanya, sehingga ia menunjuk kepada pendeta. Pendetapun didatangkan,
kemudian kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari agamamu!" Maksudnya
supaya meninggalkan agama Nasrani dan beralih menyembah raja dan patung-patung.
Pendeta itu enggan mengikuti perintahnya. Raja meminta supaya diberi gergaji,
kemudian diletakkanlah gergaji itu di tengah kepalanya. Kepala itu dibelahnya
sehingga jatuhlah kedua belahan kepala tersebut. Selanjutnya didatangkan pula
kawan seduduk raja dahulu itu, lalu kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari
agamamu itu!" Iapun enggan menuruti perintahnya. Kemudian diletakkan
pulalah gergaji itu di tengah kepalanya lalu dibelahnya, sehingga jatuhlah
kedua belahannya itu. Seterusnya didatangkan pulalah anak itu. Kepadanya
dikatakan: "Kembalilah dari agamamu." Iapun menolak ajakannya. Kemudian
anak itu diberikan kepada sekelompok sahabatnya lalu berkata: "Pergilah
membawa anak ini ke gunung ini atau itu, naiklah dengannya ke gunung itu.
Jikalau engkau semua telah sampai di puncaknya, maka apabila anak ini kembali
dari agamanya, bolehlah engkau lepaskan, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah
ia dari atas gunung itu." Sahabat-sahabatnya itu pergi membawanya,
kemudian menaiki gunung, lalu anak itu berkata: "Ya Allah, lepaskanlah
hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu." Kemudian gunung itupun
bergerak keras dan orang-orang itu jatuhlah semuanya. Anak itu lalu berjalan
menuju ke tempat raja. Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh
kawan-kawanmu?" Ia menjawab: "Allah Ta'ala telah melepaskan aku dari
tindakan mereka. Anak tersebut terus diberikan kepada sekelompok
sahabat-sahabatnya yang lain lagi dan berkata: "Pergilah dengan membawa
anak ini dalam sebuah tongkang (kapal/perahu) dan berlayarlah sampai di tengah
lautan. Jikalau ia kembali dari agamanya -maka lepaskanlah ia, tetapi jika
tidak, maka lemparkanlah ke lautan itu." Orang-orang bersama-sama pergi
membawanya, lalu anak itu berkata: "Ya Allah, lepaskanlah hamba dari
orang-orang ini dengan kehendakMu." Tiba-tiba tongkang itu terbalik, maka
tenggelamlah semuanya. Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Rajapun
berkatalah: "Apakah yang dikerjakan oleh kawan-kawanmu?" Ia menjawab:
"Allah Ta'ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka." Selanjutnya
ia berkata pula pada raja: "Tuan tidak dapat membunuh saya, sehingga Tuan
suka melakukan apa yang kuperintahkan." Raja bertanya: "Apakah
itu?" Ia menjawab: "Tuan kumpulkan semua orang di lapangan menjadi
satu dan Tuan salibkan saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak
panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya,
lalu ucapkanlah: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini," terus
lemparkanlah anak panah itu. Sesungguhnya apabila Tuan mengerjakan semua itu,
tentu Tuan dapat membunuhku." Raja mengumpulkan semua orang di suatu
padang luas. Anak itu disalibkan pada sebatang pohon, kemudian mengambil sebuah
anak panah dari tempat panahnya, lalu meletakkan anak panah di busur, terus
mengucapkan: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini." Anak panah
dilemparkan dan jatuhlah anak panah itu pada pelipis anak tersebut. Anak itu
meletakkan tangannya di pelipisnya, kemudian meninggal dunia. Orang-orang yang
berkumpul itu sama berkata: "Kita semua beriman kepada Tuhannya anak
ini." Raja didatangi dan kepadanya dikatakan: "Adakah Tuan mengetahui
apa yang selama ini Tuan takutkan? Benar-benar, demi Allah, apa yang Tuan
takutkan itu telah tiba -yakni tentang keimanan seluruh rakyatnya. Orang-orang
semuanya telah beriman." Raja memerintahkan supaya orang-orang itu
digiring di celah-celah bumi -yang bertebing dua kanan-kiri- yaitu di pintu
lorong jalan. Celah-celah itu dibelahkan dan dinyalakan api di situ, Ia
berkata: "Barangsiapa yang tidak kembali dari agamanya, maka lemparkanlah
ke dalam celah-celah itu," atau dikatakan: "Supaya melemparkan
dirinya sendiri ke dalamnya." Orang banyak melakukan yang sedemikian itu
-sebab tidak ingin kembali menjadi kafir dan musyrik lagi, sehingga ada seorang
wanita yang datang dengan membawa bayinya. Wanita ini agaknya ketakutan hendak
menceburkan diri ke dalamnya. Bayinya itu lalu berkata: "Hai ibunda,
bersabarlah, karena sesungguhnya ibu adalah menetapi atas kebenaran."
(Riwayat Muslim).
Keterangan:
Dzirwatul jabal artinya puncaknya
gunung. Ini boleh dibaca dengan kasrahnya dzal mu'jamah atau dhammahnya.
Alqurquur dengan didhammahkannya kedua qafnya, adalah suatu macam dari golongan
perahu. Ashsha'id di sini artinya bumi yang menonjol (bukit). Alukhduud ialah
beberapa belahan di bumi seperti sungai kecil. Adhrama artinya menyalakan.
Inkafa-at artinya berubah. Taqaa-'asat, artinya terhenti atau tidak berani maju
dan pula merasa ketakutan.
31. Dari Anas r.a., katanya:
"Nabi s.a.w. berjalan melalui seorang wanita yang sedang menangis di atas
sebuah kubur. Beliau bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!"
Wanita itu berkata: "Ah, menjauhlah daripadaku, karena Tuan tidak terkena
musibah sebagaimana yang mengenai diriku dan Tuan tidak mengetahui musibah apa
itu." Wanita tersebut diberitahu -oleh sahabat beliau s.a.w.- bahwa yang
diajak bicara tadi adalah Nabi s.a.w. Ia lalu mendatangi pintu rumah Nabi
s.a.w. tetapi di mukanya itu tidak didapatinya penjaga-penjaga pintu. Wanita
itu lalu berkata: "Saya -tadi- memang tidak mengenal -bahwa yang berbicara
adalah- Tuan -maka itu maafkan pembicaraanku tadi.-" Kemudian beliau
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya bersabar -yang sangat terpuji- itu ialah
dikala mendadaknya kedatangan musibah yang pertama." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Wanita itu menangisi anak kecilnya -yang
mati."
Keterangan:
Maksud "Mendadaknya kedatangan
musibah yang pertama," bukan berarti ketika mendapatkan musibah yang
pertama kali dialami sejak hidupnya, tetapi di saat baru terkena musibah itu ia
bersabar, baik musibah itu yang pertama kalinya atau keduanya, ketiganya dan
selanjutnya. Jadi kalau sesudah sehari atau dua hari baru ia mengatakan:
"Aku sekarang sudah berhati sabar tertimpa musibah yang kemarin itu,"
maka ini bukannya sabar pada pertama kali, sebab sudah terlambat.
32. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman:
"Tidak ada balasan bagi seorang hambaKu yang mu'min di sisiKu, di waktu
Aku mengambil -mematikan- kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan
keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga." (Riwayat
Bukhari)
33. Dari Aisyah radhiallahu 'anha,
bahwasanya ia bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal penyakit taun, lalu
beliau memberitahukannya bahwa sesungguhnya taun itu adalah sebagai siksaan
yang dikirimkan oleh Allah Ta'ala kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya,
tetapi juga sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta'ala kepada kaum
mu'minin. Maka tidak seorang hambapun yang tertimpa oleh taun, kemudian menetap
di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui
pula bahwa taun itu tidak akan mengenainya kecuali karena telah ditetapkan oleh
Allah untuknya, kecuali ia akan memperoleh seperti pahala orang yang mati
syahid." (Riwayat Bukhari)
34. Dari Anas r.a., katanya: "Saya
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla
berfirman: "Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan
kedua matanya -yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan
Kuberi ganti syurga karena kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu."
(Riwayat Bukhari)
35. Dari 'Atha' bin Abu Rabah,
katanya: "Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma mengatakan padaku: "Apakah
engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?"
Saya berkata: "Baiklah." Ia berkata lagi: "Wanita hitam itu
pernah datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini
terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat
tubuhku. Oleh karenanya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah -agar
saya sembuh." Beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau suka hendaklah
bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya
akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta'ala agar penyakitmu itu disembuhkan
olehNya." Wanita itu lalu berkata: "Saya bersabar," lalu katanya
pula: "Sesungguhnya karena penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya.
Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya
tidak sampai membuka aurat tubuh itu." Nabi s.a.w. lalu mendoakan untuknya
-sebagaimana yang dikehendakinya itu." (Muttafaq 'alaih)
36. Dari Abu Abdur Rahman, yaitu
Abdullah bin Mas'ud r.a. katanya: "Seakan-akan saya melihat kepada
Rasulullah s.a.w. sedang menceritakan tentang seorang Nabi dari sekian banyak
Nabi-nabi shalawatullah wa salamuhu 'alaihim. Beliau dipukuli oleh kaumnya,
sehingga menyebabkan keluar darahnya dan Nabi tersebut mengusap darah dari
wajahnya sambil mengucapkan: "Ya Allah ampunilah kaumku itu, sebab mereka
itu memang tidak mengerti." (Muttafaq 'alaih)
37. Dari Abu Said dan Abu Hurairah
radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak suatupun yang
mengenai seorang muslim -sebagai musibah- baik dari kelelahan, tidak pula
sesuatu yang mengenainya yang berupa kesakitan, juga kesedihan yang akan datang
ataupun yang lampau, tidak pula yang berupa hal yang menyakiti -yakni sesuatu
yang tidak mencocoki kehendak hatinya, ataupun kesedihan -segala macam dan
segala waktunya, sampai pun sebuah duri yang masuk dalam anggota tubuhnya,
melainkan Allah menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab apa-apa yang
mengenainya -yakni sesuai dengan musibah yang diperolehnya- itu."
(Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Kesakitan apapun yang diderita oleh
seorang mu'min, ataupun bencana dalam bentuk bagaimana yang ditemui olehnya itu
dapat membersihkan dosa-dosanya dan berpahalalah ia dalam keadaan seperti itu,
tetap bersabar dan tabah. Sebaliknya jikalau tidak sabar dan uring-uringan
(berkeluh kesah) serta mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, maka bukan
pahala yang didapatkan, tetapi makin menambah besarnya dosa. Oleh sebab itu
jikalau kita tertimpa oleh kesakitan atau malapetaka, jangan sampai malahan
melenyapkan pahala yang semestinya kita peroleh.
38. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya:
Saya memasuki tempat Nabi s.a.w. dan beliau sedang dihinggapi penyakit panas.
Saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Tuan dihinggapi penyakit
panas yang amat sangat." Beliau kemudian bersabda: "Benar,
sesungguhnya saya terkena panas sebagaimana panas dua orang dari engkau semua
yang menjadi satu." Saya berkata lagi: "Kalau demikian Tuan tentulah
mendapatkan dua kali pahala." Beliau bersabda: "Benar, demikianlah
memang keadaannya, tiada seorang Muslimpun yang terkena oleh sesuatu kesakitan,
baik itu berupa duri ataupun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan Allah pasti
menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab musibah yang mengenainya tadi dan
diturunkanlah dosa-dosanya sebagaimana sebuah pohon menurunkan -menggugurkan-
daunnya -dan ini jikalau disertai kesabaran."
Keterangan:
Alwa'ku yaitu sangatnya panas (dalam
tubuh sebab sakit), tetapi ada yang mengatakan panas (biasa).
39. Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa oleh Allah dikehendaki akan
memperoleh kebaikan, maka Allah akan memberikan musibah padanya, baik yang
mengenai tubuhnya, hartanya ataupun apa-apa yang menjadi kekasihnya."
(Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Para ulama mencatat: Yushab, boleh
dibaca fathah shadnya dan boleh pula dikasrahkan, (lalu dibaca yushib).
40. Dari Anas r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seorang dari engkau semua itu
mengharap-harapkan tibanya kematian dengan sebab adanya sesuatu bahaya yang
mengenainya. Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian maka hendaklah
mengatakan: "Ya Allah, tetapkanlah aku hidup selama kehidupanku itu masih
merupakan kebaikan untukku dan matikanlah aku apabila kematian itu merupakan
kebaikan untukku." (Muttafaq 'alaih)
41. Dari Abu Abdullah, yaitu Khabbab
bin Aratti r.a., katanya: "Kita mengadu kepada Rasulullah s.a.w. dan
beliau ketika itu meletakkan pakaian burdahnya di bawah kepalanya sebagai
bantal dan berada di naungan Ka'bah, kita berkata: Mengapa Tuan tidak
memohonkan pertolongan -kepada Allah- untuk kita, sehingga kita menang? Mengapa
Tuan tidak berdoa sedemikian itu untuk kita?" Beliau lalu bersabda:
"Pernah terjadi terhadap orang-orang sebelummu -yakni zaman Nabi-nabi yang
lalu, yaitu ada seorang yang diambil- oleh musuhnya, karena ia beriman,
kemudian digalikanlah tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam tanah tadi,
selanjutnya didatangkanlah sebuah gergaji dan ini diletakkan di atas kepalanya,
seterusnya kepalanya itu dibelah menjadi dua. Selain itu iapun disisir dengan
sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan di bawah daging dan tulangnya,
semua siksaan itu tidak memalingkan ia dari agamanya -yakni ia tetap beriman
kepada Allah. Demi Allah sesungguhnya Allah sungguh akan menyempurnakan perkara
ini -yakni Agama Islam, sehingga seorang yang berkendaraan yang berjalan dari
Shan'a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau karena takut
pada serigala atas kambingnya -sebab takut sedemikian ini lumrah saja. Tetapi
engkau semua itu hendak bercepat-cepat -ingin kemenangan- saja." (Riwayat
Bukhari) Dalam riwayat lain diterangkan: "Beliau saat itu sedang berbantal
burdahnya, padahal kita telah memperoleh kesukaran yang amat sangat dari kaum
musyrikin."
42. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya:
"Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah s.a.w. melebihkan
-mengutamakan- beberapa orang dalam pemberian pembagian -ghanimah/harta
rampasan-, lalu memberikan kepada al-Aqra' bin Habis seratus ekor unta dan
memberikan kepada 'Uyainah bin Hishn seperti itu pula -seratus ekor unta-, juga
memberikan kepada orang-orang yang termasuk bangsawan Arab dan mengutamakan
dalam cara pembagian kepada mereka tadi. Kemudian ada seorang lelaki berkata:
"Demi Allah, pembagian secara ini, sama sekali tidak ada keadilannya dan
agaknya tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan Allah." Saya lalu
berkata: "Demi Allah, hal ini akan saya beritahukan kepada Rasulullah
s.a.w." Saya pun mendatanginya terus memberitahukan kepadanya tentang
apa-apa yang dikatakan oleh orang itu. Maka berubahlah warna wajah beliau
sehingga menjadi semacam sumba merah -merah padam karena marah- lalu bersabda:
"Siapakah yang dapat dinamakan adil, jikalau Allah dan RasulNya dianggap
tidak adil juga." Selanjutnya beliau bersabda: "Allah merahmati Nabi
Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih sangat dari ini, tetapi ia tetap
sabar." Saya sendiri berkata: "Ah, semestinya saya tidak
memberitahukan dan saya tidak akan mengadukan lagi sesuatu pembicaraanpun
setelah peristiwa itu kepada beliau lagi." (Muttafaq 'alaih). Sabda Nabi
s.a.w. Kashshirfi dengan kasrahnya shad muhmalah, artinya sumba merah.
43. Dari Anas r.a., berkata:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau Allah menghendaki kebaikan pada
seorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan -penderitaan- sewaktu
dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada seorang hambaNya, maka
orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan
balasan -siksaannya pada- hari kiamat." Dan Nabi s.a.w. bersabda -juga
riwayat Anas r.a.-: "Sesungguhnya besarnya balasan -pahala- itu menilik
-tergantung pada- besarnya bala' yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu
apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu
barangsiapa yang rela -menerima bala' tadi-, ia akan memperoleh keridhaan dari
Allah dan barangsiapa yang uring-uringan maka ia memperoleh kemurkaan Allah
pula." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini hadits
hasan.
44. Dari Anas r.a., katanya:
"Abu Thalhah itu mempunyai seorang putera yang sedang menderita sakit. Abu
Thalhah keluar pergi -menghadap Nabi s.a.w., kemudian anaknya itu dicabutlah
ruhnya -yakni meninggal dunia-. Ketika Abu Thalhah kembali -waktu itu ia sedang
berpuasa, ia berkata: "Bagaimanakah keadaan anakku?" Ummu Sulaim,
yaitu ibu anak tersebut -jadi istrinya Abu Thalhah- menjawab: "Ia dalam
keadaan yang setenang-tenangnya." Istrinya itu lalu menyiapkan makanan
malam untuknya kemudian Abu Thalhah pun makan malamlah, selanjutnya ia
menyetubuhi istrinya itu. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata:
"Makamkanlah anak itu." Setelah menjelang pagi harinya Abu Thalhah
mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu memberitahukan hal tersebut -kematian
anaknya yang ia baru mengerti setelah selesai tidur bersama istrinya. Kemudian
Nabi bersabda: "Adakah engkau berdua bersetubuh tadi malam?" Abu
Thalhah menjawab: "Ya." Beliau lalu bersabda pula: "Ya Allah,
berikanlah keberkahan pada kedua orang ini -yakni Abu Thalhah dan istrinya-.
Selanjutnya Ummu Suiaim itu melahirkan seorang anak lelaki lagi. Abu Thalhah
lalu berkata padaku -aku di sini ialah Anas r.a. yang meriwayatkan Hadis ini-:
"Bawalah ia -anak yg baru lahir tersebut- sehingga engkau datang di tempat
Nabi s.a.w. dan besertanya kirimkanlah beberapa biji buah kurma. Nabi s.a.w.
bersabda: "Adakah besertanya sesuatu benda?" Ia -Anas- menjawab:
"Ya, ada beberapa biji buah kurma." Buah kurma itu diambil oleh Nabi
s.a.w. lalu dikunyahnya kemudian diambillah dari mulutnya, selanjutnya
dimasukkanlah dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di
langit-langit mulutnya dan memberinya nama Abdullah." (Muttafaq 'alaih).
Dalam riwayat Bukhari disebutkan
demikian: Ibnu 'Uyainah berkata: "Kemudian ada seorang dari golongan
sahabat Anshar berkata: "Lalu saya melihat sembilan orang anak lelaki yang
semuanya dapat membaca dengan baik dan hafal akan al-Quran, yaitu semuanya dari
anak-anak Abdullah yang dilahirkan hasil peristiwa malam dahulu itu. Dalam
riwayat Muslim disebutkan: "Anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal
dunia, lalu istrinya itu berkata kepada seluruh keluarganya: "Janganlah
engkau semua memberitahukan hal kematian anak itu kepada Abu Thalhah, sehingga
aku sendirilah yang hendak memberitahukannya nanti." Abu Thalhah -yang
saat itu berpergian- lalu datanglah, kemudian istrinya menyiapkan makan malam
untuknya dan iapun makan dan minumlah. Selanjutnya istrinya itu memperhias diri
dengan sebaik-baik hiasan yang ada padanya dan bahkan belum pernah berhias
semacam itu sebelum peristiwa tersebut. Seterusnya Abu Thalhah menyetubuhi
istrinya. Sewaktu istrinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang -puas-
dan selesai menyetubuhinya, iapun berkatalah pada Abu Thalhah:
"Bagaimanakah pendapat kanda, jikalau sesuatu kaum meminjamkan sesuatu
yang dipinjamkannya kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembali
apa yang dipinjamkannya. Patutkah keluarga yang meminjamnya itu menolak untuk
mengembalikannya benda tersebut kepada yang meminjaminya?" Abu Thalhah
menjawab: "Tidak boleh menolaknya -yakni harus menyerahkannya."
Kemudian berkata pula istrinya: "Nah, perhitungkanlah bagaimana pinjaman
itu jikalau berupa anakmu sendiri?" Abu Thalhah lalu marah-marah kemudian
berkata: "Engkau biarkan aku tidak mengetahui -kematian anakku itu,
sehingga setelah aku terkena kotoran -maksudnya kotoran bekas bersetubuh, lalu
engkau beritahukan hal anakku itu padaku." Iapun lalu berangkat sehingga
datang di tempat Rasulullah s.a.w. lalu memberitahukan segala sesuatu yang
telah terjadi, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semoga Allah
memberikan keberkahan kepadamu berdua dalam malam mu itu." Anas r.a.
berkata: "Kemudian istrinya hamil." Anas r.a. melanjutkan katanya:
"Rasulullah s.a.w. sedang dalam berpergian dan Ummu Sulaim itu
menyertainya pula -bersama suaminya juga. Rasulullah s.a.w. apabila datang di
Madinah di waktu malam dari berpergian, tidak pernah mendatangi rumah
keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba-tiba merasa sakit karena hendak
melahirkan, maka oleh karena Abu Thalhah tertahan -yakni tidak dapat terus
mengikuti Nabi s.a.w. Rasulullah s.a.w. terus berangkat." Anas berkata:
"Setelah itu Abu Thalhah berkata: "Sesungguhnya Engkau tentulah Maha
Mengetahui, ya Tuhanku, bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk keluar
berpergian bersama-sama Rasulullah s.a.w. di waktu beliau keluar berpergian dan
untuk masuk -tetap di negerinya- bersama-sama dengan beliau di waktu beliau masuk.
Sesungguhnya saya telah tertahan pada saat ini dengan sebab sebagaimana yang
Engkau ketahui." Ummu Sulaim lalu berkata: "Hai Abu Thalhah, saya
tidak menemukan sakitnya hendak melahirkan sebagaimana yang biasanya saya
dapatkan -jikalau hendak melahirkan anak. Maka itu berangkatlah. Kitapun
-maksudnya Rasulullah s.a.w., Abu Thalhah dan istrinya- berangkatlah, Ummu
Sulaim sebenarnya memang merasakan sakit hendak melahirkan, ketika keduanya itu
datang, lalu melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku -yakni ibunya Anas r.a.-
berkata padaku -pada Anas r.a.: "Hai Anas, janganlah anak itu disusui oleh
siapapun sehingga engkau pergi pagi-pagi besok dengan membawa anak itu kepada
Rasulullah s.a.w." Ketika waktu pagi menjelma, saya -Anas r.a.- membawa
anak tadi kemudian pergi dengannya kepada Rasulullah s.a.w. Ia lalu meneruskan
cerita hadits ini sampai selesainya.
Keterangan:
Hadis di atas itu memberikan
kesimpulan tentang sunnahnya melipur orang yang sedang dalam kedukaan agar
berkurang kesedihan hatinya, juga bolehnya memalingkan sesuatu persoalan kepada
persoalan yang lain lebih dulu, untuk ditujukan kepada hal yang dianggap
penting, sebagaimana perilaku istri Abu Thalhah kepada suaminya. Ini tentu saja
bila amat diperlukan untuk berbuat sedemikian itu. Sementara itu hadits di atas
juga menjelaskan akan sunnahnya seorang istri berhias seelok-eloknya agar
suaminya tertarik padanya dan tidak sampai terpesona oleh wanita lain, sehingga
menyebabkan terjerumusnya suami itu dalam kemesuman yang diharamkan oleh agama.
Demikian pula istri dianjurkan sekali untuk berbuat segala hal yang dapat
menggembirakan suami dan melayaninya dengan hati penuh kelapangan serta wajah
berseri-seri, baik dalam menyiapkan makanan dan hidangan sehari-hari ataupun
dalam seketiduran. Jadi salah sekali, apabila seorang wanita itu malahan
berpakaian serba kusut ketika di rumah, tetapi di saat keluar rumah lalu
bersolek seindah-indahnya. Juga salah pula apabila seorang istri itu kurang
memperhatikan keadaan dan selera suaminya dalam hal makan minumnya, ataupun
dalam cara melayaninya dalam persetubuhan.
45. Dari Abu Hurariah r.a.
bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukanlah orang yang keras -kuat-
itu dengan banyaknya berkelahi -bergulat-, sesungguhnya orang-orang yang keras
-kuat- ialah orang yang dapat menguasai dirinya di waktu sedang
marah-marah." (Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Ashshura-ah dengan dhammahnya shad
dan fathahnya ra', menurut asalnya bagi bangsa Arab, artinya ialah orang yang
suka sekali menyerang atau membanting orang banyak (sampai terbaring atau tidak
sadarkan diri).
46. Dari Sulaiman bin Shurad r.a.,
katanya: "Saya duduk bersama Nabi s.a.w. dan di situ ada dua orang yang
saling bermaki-makian antara seorang dengan kawannya. Salah seorang dari
keduanya itu telah merah padam mukanya dan membesarlah urat lehernya, kemudian
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saya mengetahui suatu kalimat
yang apabila diucapkannya, tentulah hilang apa yang ditemuinya -kemarahannya,
yaitu andaikata ia mengucapkan: "A'udzu billahi minasy syaithanir
rajim," tentulah lenyap apa yang ditemuinya itu. Orang-orang lalu berkata
padanya - orang yang merah padam mukanya tadi: "Sesungguhnya Nabi s.a.w.
bersabda: "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
direjam." (Muttafaq 'alaih)
47. Dari Mu'az bin Anas r.a.
bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menahan marahnya
padahal ia kuasa untuk meneruskannya -melaksanakannya- maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala mengundangnya di hadapan kepala -yakni disaksikan- sekalian makhluk pada
hari kiamat, sehingga disuruhnya orang itu memilih bidadari-bidadari yang
membelalak matanya dengan sesuka hatinya. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan
Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
48. Dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w.: "Berilah wasiat
padaku." Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan marah." Orang itu
mendatanginya berkali-kali tetapi beliau s.a.w. tetap bersabda: "janganlah
marah." (Riwayat Bukhari)
Keterangan:
Yang perlu dijelaskan sehubungan
dengan hadits ini ialah:
a.
Orang yang bertanya itu menurut riwayat ada yang mengatakan dia itu ialah Ibnu
Umar, ada yang mengatakan Haritsah atau Abuddarda'. Mungkin juga memang banyak
yang bertanya demikian itu.
b.
Kita dilarang marah ini apabila berhubungan dengan sesuatu yang hanya mengenai
hak diri kita sendiri atau hawa nafsu. Tetapi kalau berhubungan dengan hak-hak
Allah, maka wajib kita pertahankan sekeras-kerasnya, misalnya agama Allah
dihina orang, al-Quran diinjak-injak atau dikencingi, alim ulama diolok-olok
padahal tidak bersalah dan lain-lain sebagainya.
c.
Yang bertanya itu mengulangi berkali-kali seolah-olah meminta wasiat yang lebih
penting, namun beliau tidak menambah apa-apa. Hal ini karena menahan marah itu
sangat besar manfaat dan faedahnya. Cobalah kalau kita ingat-ingat, bahwa
timbulnya semua kerusakan di dunia ini sebagian besar ialah karena manusia ini
tidak dapat mengekang hawa nafsu dan syahwatnya, tidak suka menahan marah,
sehingga menimbulkan darah mendidih dan akhirnya ingin menghantam dan membalas
dendam.
49. Dari Abu Hurairah r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya bencana -bala'-
itu mengenai seorang mu'min, lelaki atau perempuan, baik dalam dirinya sendiri,
anaknya ataupun hartanya, sehingga ia menemui Allah Ta'ala dan di atasnya tidak
ada lagi sesuatu kesalahanpun." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan shahih.
50. Dari ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma, katanya: 'Uyainah bin Hishn datang -ke Madinah-, kemudian turun
-sebagai tamu- pada anak saudaranya -sepupunya- yaitu Alhur bin Qais. Alhur
adalah salah seorang dari sekian banyak orang-orang yang didekatkan oleh Umar
r.a. -yakni dianggap sebagai orang dekat dan sering diajak bermusyawarah-,
karena para ahli baca al-Quran -yang pandai maknanya- adalah menjadi
sahabat-sahabat yang menetap di majlis Umar r.a. serta orang-orang yang diajak
bermusyawarah olehnya, baik orang-orang tua maupun yang masih muda-muda
usianya. 'Uyainah berkata kepada sepupunya: "Hai anak saudaraku engkau
mempunyai wajah -banyak diperhatikan- di sisi Amirul mu'minin ini. Cobalah
meminta izin padanya supaya aku dapat menemuinya. Saudaranya itu memintakan
izin untuk 'Uyainah lalu Umarpun mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk, lalu
ia berkata: "Hati-hatilah, hai putera Alkhaththab - yaitu Umar, demi
Allah, tuan tidak memberikan banyak pemberian -kelapangan hidup- pada kita dan
tidak pula tuan memerintah di kalangan kita dengan keadilan." Umar r.a. marah
sehingga hampir-hampir saja akan menjatuhkan hukuman padanya. Alhur kemudian
berkata: "Ya Amirul mu'minin, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman kepada
NabiNya s.a.w. - yang artinya: "Berilah maaf, perintahlah kebaikan dan
berpalinglah -jangan menghiraukan- pada orang-orang yang bodoh." Dan ini
-yakni 'Uyainah- adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh. Demi Allah,
Umar tidak pernah melaluinya -melanggarnya- di waktu Alhur membacakan itu. Umar
adalah seorang yang banyak berhentinya -amat mematuhi- di sisi Kitabullah
Ta'ala. (Riwayat Bukhari)
51. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saja akan terjadi sesudahku
nanti cara mementingkan diri sendiri -sedang orang lain lebih berhak untuk
memperolehnya- dan juga beberapa perkara yang engkau semua akan mengingkarinya.
Orang-orang semua berkata: "Ya Rasulullah, maka apakah yang akan Tuan
perintahkan pada kita -kaum Muslimin. Beliau s.a.w. bersabda: "Supaya
engkau semua menunaikan hak yang menjadi kewajibanmu untuk dilaksanakan dan
mohonlah kepada Allah akan hak yang memang menjadi milikmu semua."
(Muttafaq 'alaih)
52. Dari Abu Yahya yaitu Usaid bin
Hudhair r.a. bahwasanya ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata: "Ya
Rasulullah, mengapakah tuan tidak menggunakan saya sebagai pegawai, sebagaimana
tuan juga menggunakan si Fulan dan Fulan itu?" Beliau s.a.w. lalu
bersabda: "Sesungguhnya engkau semua akan menemui sesudahku nanti suatu
cara mementingkan diri sendiri -sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya-,
maka dari itu bersabarlah, sehingga engkau semua menemui aku di telaga -pada
hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)
53. Dari Abu Ibrahim, yaitu Abdullah
bin Abu Aufa radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah s.a.w. pada suatu hari di
waktu beliau itu bertemu dengan musuh, beliau menantikan sehingga matahari
condong -hendak terbenam- beliau lalu berdiri di muka orang banyak kemudian
bersabda: "Hai sekalian manusia, janganlah engkau semua mengharap-harapkan
bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah akan keselamatan. Tetapi jikalau engkau
semua menemui musuh itu, maka bersabarlah. Ketahuilah olehmu semua bahwasanya
syurga itu ada di bawah naungan pedang." Selanjutnya Nabi s.a.w. bersabda:
"Ya Allah yang menurunkan kitab, yang menjalankan awan, Yang
menghancur-leburkan gabungan pasukan musuh. Hancur leburkanlah mereka itu dan
berilah kita semua kemenangan atas mereka." (Muttafaq 'alaih)
Wabillahittaufiq (Dan dengan Allah itulah adanya pertolongan).
Keterangan:
Dalam mengulas sabda Rasulullah
s.a.w. yang berbunyi: "Syurga itu ada di bawah naungan pedang." Imam
al-Qurthubi berkata: "Ucapan itu adalah suatu pertanda betapa indahnya
susunan kalimat yang digunakan oleh Rasulullah s.a.w. Sedikit kata-katanya,
tetapi luas pengertiannya. Maksudnya ialah bahwa letak syurga itu dengan memberikan
perlawanan kepada musuh, manakala mereka telah memulai menyerang kedudukan
kita. Jika sudah dalam keadaan terjepit dan musuh sudah menyerbu dekat sekali
dengan tempat pertahanan kita, maka tiada jalan lain, kecuali dengan beradu
kekuatan, yakni pedanglah yang wajib digunakan untuk penyelesaian, menang atau
kalah. Jika pedang kaum Muslimin sudah beradu dengan pedang musuh,
masing-masing pihak menangkis serangan musuhnya, pedang meninggi dan merendah,
sampai-sampai bayangannya tampak jelas. Naungan pedang itulah yang menyebabkan
kaum Muslimin akan memperoleh kebahagiaan dalam dua keadaan:
a.
Jika kalah dan mati, gugurlah sebagai pejuang syahid dan pasti masuk syurga
tanpa dihisab. Di kalangan umatpun menjadi harum namanya.
b.
Jika menang dan selamat sampai dapat kembali ke rumah ia juga akan merasakan
kenikmatan syurga dunia, hidup dalam keluhuran dan kejayaan.
Sumber:
- Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 1 - Pustaka Amani, Jakarta
- Terjemah Riyadhush Shalihin - Jilid 2 - Pustaka Amani, Jakarta
No comments:
Post a Comment